DATA PENGUNJUNG

Website counter


Pengertian Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa latin curere yang berarti tempat balapan (race – course). Seperti yang sudah kita ketahui, tempat balapan adalah suatu arena yang dirancang untuk unjuk kecepatan yang dimulai dari garis/ titik start dan berakhir pada garis/titik finish. Hubungannya dengan pendidikan, kurikulum diibaratkan sebagai suatu arena (track)(baca selanjutnya...)
Filsafat Dalam Pendidikan
Pendidikan sebagai pengetahuan atau ilmu mempunyai bagian yang terdiri atas dasar dan fakta. Untuk memperoleh dasar – dasar dalam pendidikan ini maka diperlukan filsafat. Filsafat mempelajari objek yang luas, khusus untuk pendidikan maka yang akan mempelajari objek (pendidikan dan peserta), sistematika dan metode (baca selanjutnya...)

Menentuakan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan.
Dalam menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) aspek yang dipertimbangkan antara lain adalah tingkat kemampuan peserta didik, kompleksitas kompetensi(baca selanjutnya...)

Senin, 01 Agustus 2011

Menentuakan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)




Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan.

Dalam menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) aspek yang dipertimbangkan antara lain adalah tingkat kemampuan peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung meliputi warga sekolah, sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pembelajaran.

Penentuan KKM pada tiap sekolah masih sering terdapat kendala seperti kurangnya pemahaman guru, penentuan KKM tanpa proses analisis dan asal jadi, adanya intervensi kepala sekolah, serta adanya intervensi birokratis seperti KKM yang ditentukan oleh Dinas Cabang Pendidikan Kecamatan (UPT).

Dalam PeraturanMenteri Pendidikan Nasional Republik IndonesiaNomor2Tahun 2007Tentang Standar Penilaian Pendidikan bab F tentang Penilaian oleh Satuan Pendidikan pasal 1 disebutkan
bahwa dalam menentukan KKM setiap mata pelajaran, adalah denganmemperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
Berdasarkan peraturan ini, berarari penentuan KKM adalah sesuai dengan kondisi sekolah masing masing, jadi antara sekolah yang satu dengan yang lainnya harus berbeda. Jika KKM sama berarti terjadi copas (copy paste).

Kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan KKM adalah sebagai berikut:

1. Tingkat kompleksitas
Tingkat kompleksitas adalah tingkat kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Sebagai contoh, suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi apabila dalam pencapaiannya perlu didukung oleh komponen dengan sejumlah kondisi sebagai berikut

a.Pendidik
-memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik
-kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi
-menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yangdiajarkan.


b.Peserta didik
-kemampuan penalaran tinggi
-cakap/terampil menerapkan konsep
-cermat, kreatif, dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan
-tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan tinggi agar dapat mencapai ketuntasan belajar.

c.Waktu
Memerlukan waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan.

Jika suatu indikator hanya meliputi sebagian dari kondisi tersebut di atas, maka dapat dinyatakan memiliki kompleksitassedang dan apabila tidak memerlukan kondisi tersebut indikator dapat dinyatakan memiliki kompleksitasrendah.


2. Daya dukung
Daya dukung adalah segala sumber daya dan potensi yang dapat mendukung penyelenggaraan pembelajaran sepertisarana dan prasarana meliputi perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran, ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen sekolah, dan kepedulianstakeholders sekolah.

3. Kemampuan (intake)
Intake adalahrata-rata peserta didik atau kompetensi awal peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam mencapai kompetensi dasar(KD) dan Standar Kompetensi (SK)yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. Untuk kelas 2 sampai kelas 6 , kemampuan rata-rata peserta didik dapat didasarkan pada hasil rapor siswa pada kelas sebelumnya, dan yang paling lengkap adalah daftar nilai. Sedangkan untuk kelas 1, intake siswa dapat ditentukan dengan cara tes awal setelah siswa diterima di sekolah.

Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah. Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah
1. KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran.
2. KKM ditetapkan oleh forum/ dewan pendididik.
3. KKM dinyatakan dalam bentuk prosentasi berkisar antara 0-100, atau rentang nilai yang sudah ditetapkan.
4. Kreteria ditetapkan untuk masing-masing indikator idealnya berkisar 75 %
5. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kreteria ideal ( sesuai kondisi sekolah)
6. Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta kemampuan sumber daya pendudkung.
7. KKM dapat dicantumkan dalam LHBS sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.

Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

1. Pemberian Poin/ Skor
Pemberian Poin adalah dengan memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan

a. Kompleksitas( tingkat kesulitan / kerumitan )
- Kompleksitas tinggi pointnya = 1
- Kompleksitas sedang pointnya = 2
- Kompleksitas rendah poinya = 3

b. Daya dukung ( Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
- Daya dukung tinggi pointnya = 3
- Daya dukung sedang pointnya = 2
- Daya dukung rendah pointnya = 1

c. Intake Siswa ( masukan kemampuan siswa)
- Intake siswa tinggi pointnya = 3
- Intake siswa sedang pointnya = 2
- Intake siswa rendah poinnya = 1
Contoh :Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut:Kompleksitas tinggi =1, daya dukung tinggi =3, intake siswa sedang = 2, maka KKM-nya adalah (1 + 3 + 2)/x 10= 66,7 %

Berikut ini disajikan dalam bentuk tabel :
















2. Dengan menggunakan rentang nilai/ skala penilaian Dengan menggunakan rentang nilai/ skala penilaian adalah sebagai berikut:
a. Kompleksitas( tingkat kesulitan / kerumitan )
- Kompleksitas tinggi rentang nilainya = <65
- Kompleksitas sedang rentang nilainya = 65-79
- Kompleksitas rendah rentang nilainya = 8- 100

b. Daya dukung ( Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
- Daya dukung tinggi rentang nilainya = 80-100
- Daya dukung sedang rentang nilainya = 65-79
- Daya dukung rendah rentang nilainya = <65

c. Intake Siswa ( masukan kemampuan siswa)
- Intake siswa tinggi rentang nilainya = 80-100
- Intake siswa sedang rentang nilainya = 65-79
- Intake siswa rendah rentangnilainya = <65
Berikut ini disajikan dalam bentuk tabel untuk penentuan KKM dengan skala penilaian













Download
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan
Download Juknis Penetapan KKM
Download Format Penetapan KKM. Format KKM ini berdasarkan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar (SK KD) sesuai standar isi yang dikeluarkan oleh BSNP. Format ini tersaji dalam bentuk Microsoft Excel beserta rumus fungsi, sehingga Anda hanya perlu memasukkan nilai pada tiap Kompetensi Dasar dan secara otomatis seluruh nilai KKM langsung terolah.

Selasa, 12 Juli 2011

Pengertian Kurikulum


Asal mula kata kurikulum berasal dari bahasa latin curere yang berarti tempat balapan (race – course). Seperti yang sudah kita ketahui, tempat balapan adalah suatu arena yang dirancang untuk unjuk kecepatan yang dimulai dari garis/ titik start dan berakhir pada garis/titik finish. Hubungannya dengan pendidikan, kurikulum diibaratkan sebagai suatu arena (track) yang dirancang untuk dilalui siswa agar mendapatkan pengalaman dan menjadikannya dewasa hingga siap untuk menjadi anggota masyarakat .

In The Curriculum the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt said that curriculum, as an idea, has its roots in the Latin word for race-course, explaining the curriculum as the course of deeds and experiences through which children become the adults they should be, for success in adult society. Furthermore, the curriculum encompasses the entire scope of formative deed and experience occurring in and out of school, and not only experiences occurring in school; experiences that are unplanned and undirected, and experiences intentionally directed for the purposeful formation of adult members of society.(Wikipedia)

Dalam pendidikan formal, kurikulum diartikan sebagai seperangkat dokumen atau rencana tertulis yang menunjukkan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Ada banyak definisi mengenai kurikulum misalnya :

1. UU Sisdiknas RI Tahun 2003

Dalam pasal 1 ayat 19 kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Unruh dan Unruh (1984:96)

Curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned, and with the result of instruction.

3. Olivia (1997:8.)

We may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning experiences, whereas we may characterize instruction as methods, the teaching act, implementation, and presentation

4. Marsh (1997:5)

Curriculum is an interrelated set of plans and experiences which a student completes under the guidance of the school.

Dari berbagai pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana mengenai tujuan, isi, dan hasil yang akan diperoleh. Meskipun begitu, mengartikan kurikum tidaklah sesederhana seperti pendapat di atas. Pengertian kurikulum seperti di atas, masih dalam ruang lingkup teknis ranah pendidikan. Hal – hal teknis dapat kita uraikan bila kurikulum secara filosofi, bagaimana ruang lingkup komponennya, serta bagaimana kita memposisikan peran evaluasi sudah terumuskan dengan baik.

Secara filosofi yang harus dirumuskan misalnya apakah kurikulum dijadikan sebagi suatu transfer ilmu serta budaya seperti pendapat aliran filsafat esensialisme?

Ataukah kurikulum dijadikan sebagai pemecah masalah sosial seperti pendapat aliran filsafat progresivisme, atau mungkin juga kurikulum hanya difungsikan untuk mengembangkan intelektualitas saja?

Berbagai pertanyaan seperti inilah yang harus dijawab karena bila diibaratkan, pertanyaan demikian

bisa dikatakan sebagai jiwa dan hal – hal teknis kurikulum sebagai tubuh.

Referensi

http://rositaoktavianirusma.blogdetik.com/2009/11/07/sejarah-kurikulum-indonesia

Undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Filsafat Dalam Pendidikan


Pendidikan sebagai pengetahuan atau ilmu mempunyai bagian yang terdiri atas dasar dan fakta. Untuk memperoleh dasar – dasar dalam pendidikan ini maka diperlukan filsafat. Filsafat mempelajari objek yang luas, khusus untuk pendidikan maka yang akan mempelajari objek (pendidikan dan peserta), sistematika dan metode.

Filsafat pendidikan sangat diperlukan sebagai dasar – dasar dalam kegiatan pendidikan. Ambil contoh seorang guru yang menghukum peserta didiknya haruslah mempunyai dasar tujuan. Dalam memberi hukuman ini guru tahu teorinya yaitu akan membuat jera atau tidak. Inilah salah satu pentingnya filsafat pendidikan. Apakah hanya sebatas itu pentingnya filsafat pendidikan? Tentu saja tidak.

Dengan filsafat pendidikan, akan ditemukan berbagai teori dalam pendidikan sehingga implementasi berdasarkan teori, yang lalu digunakan dalam praktik secara nyata.

“Peserta didik adalah Animal Educandum yaitu makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik” (M.J. Langeveld dalam Imam Barnadib)

CABANG FILSAFAT YANG MENDUKUNG PENDIDIKAN

1. Ontologi

Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Ontologi (dari ὄν Yunani, ὄντος genitive: "menjadi" (partisip netral dari εἶναι: "menjadi") dan-λογία,-logia: ilmu, penelitian, teori) adalah studi filosofis tentang hakikat ini, eksistensi atau kenyataan seperti itu, serta menjadi kategori dasar dan hubungan mereka. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan mengenai apa yang ada entitas atau dapat dikatakan ada, dan bagaimana yang ada tersebut dapat dikelompokkan, terkait di dalam hirarki, dan dibagi menurut persamaan dan perbedaan . Hubungannya dengan pendidikan maka Ontologi akan menentukan pengetahuan apa saja yang akan diajarkan di sekolah, apakah kurikulum perlu untuk diadakan inovasi, menentukan perlakuan terhadap siswa yaitu siswa hanya sebagai penerima atau penelaah informasi dsb.

2. Epistemologi

Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.(Wikipedia)

Hubungan Epistemologi dalam dunia pendidikan adalah menentukan bagaimana cara pembelajaran yang baik apakah pengetahuan dijadikan sebagai doktrin ataukah pengetahuan sebagai rekonstruksi konsep yang dilakukan melalui pengalaman, bagaimana agar siswa mendaptkan pengetahuan yang benar, menentukan metode pembelajaran serta strategi yang digunakan, dll

3. Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi (dari Bahasa Yunani axios yang berarti sesuai atau wajar, logos berarti ilmu) dapat dipahami sebagai teori nilai. Dalam aksiologi dibicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri, bagaimana hakikat serta manfaat pengetahuan bagi manusia.

Hubungan Aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menentukan nilai – nilai yang mendasari pendidikan apakah pendidikan berdasarkan nilai seperti Pancasila-nilai Islam-nilai sekuler, untuk apa pengetahuan itu diajarkan, bagaimana akibat jika mengimplementasikan kurikulum dll.

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Beberapa aliran filsafat pendidikan yang utama adalah sebagai berikut

1. Nativisme atau Naturalis

Teori ini dipelopori oleh filsuf Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pendidikan nativisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri, lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.Tokoh lain yang mendukurng aliran ini adalah J.J. Rousseau (1712-1778), Rousseau berpendapat bahwa setiap bayi yang lahir adalah dalam keadaan suci dan dianugerahi potensi yang dapat berkembang secara alamiah. Oleh karena itu, pendidikan pada dasarnya merupakan tempat untuk mengembangkan anak sesuai potensi. Pandangan ini dikenal sebagai konsepsi pendidikan pesimistik.

2. Empirisme atau Environtalisme

Dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan J. Herbart (1776-1841 M), David Hume, dan George Berkeley.

Empirisme adalah berpandangan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.

Ketika lahir manusia hanya membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.

3. Konvergensionisme atau Interaksionisme

Konvergensi merupakan perpaduan dari pandangan naturalis dengan empiris . Menurut pandangan ini, antara bawaan dan lingkungan merupakan perpaduan pembentukan peserta didik. Siswa yang mempunyai bakat dalam bidang tertentu tetapi jika lingkungan tidak mendukung maka siswa tersebut tidak akan berkembang sesuai bakat yang dimiliki, sedangkan anak yang tidak berbakat sama sekali meskipun dilatih dengan sangat keras akan mempunyai hasil yang kurang optimal.

Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua faktor tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.

KECENDERUNGAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

Menentukan aliran filsafat tidaklah semudah seperti mengukur panjang meja dengan menggunakan penggaris. Filsafat adalah sesuatu yang abstrak, kita dapat menentukan aliran filsafat yang dianut dari kecenderungan yang ada. Misalnya seorang pelukis, pelukis naturalis akan menghasilkan lukisan benda – benda yang natural seperti hewan, tumbuhan, alam dll. meskipun tidak menutup kemungkinan ia suatu ketika melukis citra khayalan yang ada dalam imajinasi pikirannya. Berbeda dengan pelukis impressionis, seorang pelukis impressionis akan cenderung menghasilkan karya lukisan yang abstarak, absurd, dan bentuknya hampira tidak dijumpai di alam meskipun begitu pelukis impressionis terkadang juga dapat menghasilkan karya benda alam seperti halnya pelukis naturalis.

Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) dinyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

  1. peningkatan iman dan takwa;
  2. peningkatan akhlak mulia;
  3. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
  4. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
  5. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
  6. tuntutan dunia kerja;
  7. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  8. agama;
  9. dinamika perkembangan global; dan
  10. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Itu berarti kurikulum yang diadopsi adalah pandangan konvergenisme.

Lalu Bagaiman Hasil Pendidikan Kita?

Sebatas yang saya pahami, praktik kurikulum yang dilaksanakan di Indonesia masih membatasi dirinya pada posisi sentral sebagai transfer of knowledge. Konsekuensi logis dari hal ini adalah ranah intelektualitas yang cenderung dikembangkan. Sedangkan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi masalah pada masa yang akan datang tidak cukup diperhatikan. Praktik pendidikan cenderung pada hafalan dimana nilai – nilai kemanusiaan diajarkan dengan indoktrinasi, pengetahuan diajarkan pada tataran teori dan kecerdasan hafalan dianggap sebagai nilai yang harus dicapai, hal ini terbukti dengan adanya ujian nasional. Meskipun ujian nasional 2011 sudah tidak dijadikan sebagai satu – satunya penentu kelulusan tetapi tetap saja kelulusan siswa sebagian besar ditentukan dari nilai ujian teori.

Jadi meskipun kurikulum nasional yang diterapkan di Indonesia adalah pandangan menyeluruh seperti yang tertuang dalam UU Sisdiknas 2003 tetapi penerapan kurikulum belum seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. Praktik pendidikan cenderung menganut aliran naturalisme.

Referensi

Barnadib, Imam.2002.Filsafat Pendidikan.Adicita Karya Nusa:Yogyakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095565-pengertian-ontologi/#ixzz1OUqTxFR4

Palmquis, Stephen.2002.Pohon Filsafat.Pustaka Pelajar:Yogyakarta

Suhartono, Suparlan.2004.Dasar-Dasar Filsafat.Ar Ruzz:Yogyakarta

Suparman & Sobirin Malian.2003.Ide – Ide Besar Sejarah Intelektual Amerika.UII Press:Yogyakarta

Suparno, Paul.1997.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Kanisius:Yogyakarta